Muhammad Haris Fauzi, wisudawan terbaik Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum) bersama keluarga, Rabu (7/3/2018) Skmamanat.com - Kal...
Muhammad Haris Fauzi, wisudawan terbaik Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum) bersama keluarga, Rabu (7/3/2018) |
Begitulah perumpamaan yang digunakan Muhammad Haris Fauzi untuk memotivasi dirinya setelah sempat merasa salah mengambil jurusan. Kini, ia menjadi wisudawan terbaik di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum), Rabu (7/3/2018).
Putra dari pasangan Ahmad Muthohar dan Masriah itu awalnya ingin mengambil jurusan Bahasa Inggris di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Namun, Haris tidak mendapat restu orang tua, ia disarankan mendaftar prodi Tafsir dan Hadist (TH) yang kini menjadi Ilmu Alquran dan Tafsir (IAT) di UIN Walisongo, Semarang.
Meski terpaksa, ia akhirnya mengikuti permintaan orangtuanya itu.
"Saya milih ke sini (Prodi Tafsir dan Hadist), walaupun tidak suka," ujarnya.
Tak ingin larut dalam kesedihan itu, laki-laki kelahiran Grobogan itu mencoba menenangkan hati dan memotivasi diri dengan banyak membaca cerita-cerita sahabat Nabi dan banyak berkonsultasi dengan teman seniornya yang sudah sukses. Terlebih nasehat orangtua yang selalu menguatkan pilihannya tersebut. Hingga ia berkeyakinan jurusan hanyalah perantara, minat dan bakat bisa di kembangkan dari sisi lain.
"Salah jurusan itu hanya persepsi, karena omongan orang lain. Maka kita harus memiliki prinsip yang kokoh," katanya.
Penunjang Sukses
Selama menjalani kuliah, Haris selalu melibatkan orangtua dalam mengambil keputusan besar dalam hidup, terlebih Ibu. Menurutnya, ketika sesorang tidak mendapatkan restu dari orangtuanya dalam mengambil keputusan, pasti akan mengalami kegagalan di dalamnya.
"Ridho ibu itu nanti akan mempengaruhi hasil usahamu," tutur pemuda kelahiran 24 November 1994 itu.
Juga, lanjutnya, ketika dihinggapi rasa malas dan down dalam menjalani hiruk-pikuk kuliah, Haris selalu mengingat besarnya usaha orangtua untuk mengantarkannya ke bangku perkuliahan.
Haris selalu meyimpan foto keluarga di dalam dompet miliknya. Sesekali foto itu dilihat untuk kembali menumbuhkan semangat belajar dan menangkal rasa malas.
Selain itu, Haris juga mencari teman diskusi dan banyak membaca buku, serta belajar melalui website yang terpercaya untuk meningkatkan kemampuannya. Baginya, orang yang berhenti membaca buku dan tidak mau menerima kritik lewat diskusi merupakan orang yang stagnan dalam kebodohan.
Tak lupa, peraih beasiswa prestasi rutin itu terus berusaha memperbaiki hubungan spiritualnya dengan Allah, salah satunya banyak membaca Alquran dengan meresapi isi kandungannya. Menurutnya, hal itu sangat banyak membantu memberi jalan dan memperbaiki motivasi dalam menjalani perkuliahan serta kehidupan. Namun Haris menyayangkan, kini rutinitas itu banyak dikesampingkan mahasiswa.
Pelajaran Berharga
Semasa kuliah, mahasiswa Program Khusus (PK) Fuhum itu memiliki kenangan yang tidak terlupakan. Ia pernah diusir oleh dosen karena terlambat 15 menit. Meskipun sempat kesal, dari situ ia belajar bahwa waktu sangatlah bermakna walau hanya sedetik. Ia juga belajar menghargai ikhtiar orang lain.
Haris belajar untuk terus menghargai proses, karena ia meyakini tidak ada yang instan di dunia ini. Alumni Madrasah Aliyah (MA) Tajul Ulum Brabo itu percaya hasil tidak akan pernah mengkhianati proses, maka ia terus berusaha mengasah dan mempertajam kemampuan untuk memahami dan mendalami jurusan yang digelutinya.
"Berproseslah dimana saja, namanya mahluk hidup harus bergerak dan menebar kebaikan. Karena jika ia terdiam sama aja seperti raga tanpa ruh," pungkasnya.
Reporter: Riduwan
Editor: Atika Ishmatul Ummah
COMMENTS