Nasaruddin Umar sedang membuka pekan ilmiah mahasiswa nasioal (PIMNAS) di audit I kampus I UIN Walisongo Semarang Amanat...
Nasaruddin Umar sedang membuka pekan ilmiah mahasiswa nasioal (PIMNAS) di audit I kampus I UIN Walisongo Semarang |
Amanat- Nasaruddin Umar, pakar tafsir sekaligus
pembina Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir dan Hadist Indonesia (FKMTHI) membuka
acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Acara di adakan oleh Himpunan Mahasiswa
Jurusan Tafsir dan Hadist (HMJ-TH) UIN Walisongo dan FKMTHI di Audit I kampus I UIN Walisongo Semarang.
Kamis (17/11).
Selain dihadiri oleh mahasiswa UIN Walisongo,
juga banyak delegasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung
dengan FKMTHI.Turut hadir juga Erna Rahmawati, staf ahli gubernur Jawa Tengah.
Ia mewakili gubernur yang berhalangan
hadir.
Dalam sambutanya, Nasaruddin Umar menghimbau
kepada para Mahasiswa Tafsir dan Hadist untuk menjadi ilmuan yang berani. Berani
menyampaikan kebenaran yang diyakini walaupun
berbeda dari mayoritas.
“Kalau tidak memiliki keberanian, jangan jadi
ilmuan” tambahnya lagi.
Pakar tafsir itu juga meminta kepada mahasiswa
untuk kembali menghidupkan ilmu laduni yang mulai tertutupi dengan keilmuan
modern. Untuk menjadi seorang ilmuan tidak cukup hanya memiliki guru yang hidup
atau personal teacher. Tapi juga harus memiliki guru yang metafisk atau inpersonal
teacher.
Ini dibuktikan bahwasanya ulama terdahulu rutin
menjalankan sholat tahdjud, dan memiliki kesucian dalam mencari ilmu. Sehingga
mereka mendapatkan petunjuk langsung dari Allah melaui perantaraan. Seperti
halnya Nabi Musa .As yang mendapatkan pengajaran melalui perantara pohon.
Pemilik kolom artikel di beberapa media surat
kabar ini juga menjelaskan, Al-quran memiliki perbedaan dengan kitab suci
seperti Injil dan Taurat yang murni hanya Kitabullah. Seperti kebanyakan
orang-orang pada saat ini yang memahami Al-Qur’an hanya sebagai Kitabullah.
“Jangan hanya memahami Al-Qur’an sebagai
Kitabullah, tapi pahamilah Al-Qur’an sebagai Kalamullah dan syarat utama adalah
suci,” tuturnya kepada para hadirin.
Ia berharap memahami Al-quran haruslah dibaca
dalam tiga tahapan minimal dari lima tahap seharusnya. Pertama kita membacanya
kemudian memikirkan dan selanjutnya memahami dengan penjiwaan. Inilah langkah minimal yang harus dilakukan,
khusunya mahasiwa TH.
Ridwan
COMMENTS