gambar: doc. internet HIKAYAT POHON daun-daun berlucutan ialah isyarat kepergian dan waktu serupa ruang tunggu kemana kita hendak...
gambar: doc. internet |
HIKAYAT POHON
daun-daun berlucutan ialah isyarat kepergian
dan waktu serupa ruang tunggu
kemana kita hendak berpulang.
di stasiun dan terminal,
orang-orang mengantri menunggu jemputan
karangan bunga,
huruf-huruf berjatuhan ialah isyarat doa-doa pelayat saat
dedaun yang kuning tiba di muara
saat tangis orang-orang di balik jendela melambat dan terhenti.
denyut waktu kian pelan dan lemah, Nun.
kita musti saling mengingatkan
sebelum bisik-bisik malaikat dimulai dan pada hari yang lain
ia menulis maut.
"Aku musti pergi," katamu
dan lewat hujanlah aku istirah, yang rintiknya kucuri dari kelopak matamu, dari pada menungguimu diujung waktu
sebulum bisik-bisik malaikat dimulai, mari merapal mantra
: daun-daun yang jatuh dari pohon dan hanyut di atas sungai, ia juga menangisi kepulanganmu. saat tangis orang-orang di balik jendela melambat dan terhenti
di tanah siapa kau hendak membangun nisan?
2017
POTONGAN-POTONGAN RINDU
bagian 1
wahai perempuan yang kupinang dengan segelas air mata,
kutitip rindu padamu. meski aku tau, perjumpaan kita tak lebih lama dari
saat pertama ku kecup keningmu.
ketika itu, gemuruh ombak mendentum dimana-mana karena
cintaku berasal dari asin laut
dadamu.
sungguh, mulutku tak begitu pandai berkata dusta,
hanya ingin kusampaikan:
demi sepotong bibirmu
aku rela meminangmu dengan segelas air mata.
bagian 2
pada selembar kenangan kita tak akan mampu mencatat satu persatu alamat
sedang lorong rinduku makin panjang melebihi gerbong-gerbong kereta
seperti luka yang menyimpan berupa-rupa perih yang menyayat.
Nun, kau tau, betapa mengerikan terperangkap dalam beranda rindu
tapi, jalan menuju padamu
begitu licin, melulu berkelok dan berliku.
bagian 3
demikianlah kasih,
tak dibutuhkan lagi anggur bir atau vodka, pada sebotol rindu yang sebegitu memabukkan
aku berkali bersulang pertemuan yang tanggal
memanggil namamu
menelan cintamu dalam-dalam
menghirup wangi tubuhmu perlahan-lahan
kenangan siapa yang tidak melahirkan kerinduan?
Nun, aku terkenang sebuah taman yang melingkar di jantung kota
sebab tubuhku tugu.
tempat duduk, rerumputan, bunga, serta lampu-lampu dan kolam kecil itu tampak gelisah.
sepertinya aku-kau lelah
menafsir kerumitan cinta dan getir air mata
lantas dari mana deru gelombang beralamat kalau bukan dari laut dada sendiri?
dan bila air hujan tergelincir dari awan yang menggumpal
anak-anak berlarian ke halaman
burung-burung mengepak-ngepakkan sayapnya
sedang kita tergesa-gesa menyingkirkan sederet kenangan demi kenangan yang mengirim seikat luka.
demikianlah kasih, pada sebentang
rindu yang makin licin dan berliku
sudah beberapa kali tubuhku menggelincir.
namun tiada henti,
aku tetap menduga-duga degup dadamu. degup dadamu.
bagian 4
kekasih, demi rindu yang meletup-letup malam ini, tolong pulangkan ingatan pada perjumpaan-perjumpaan
sebab peristiwa serupa puisi yang sedang mencari-cari makna
lantas saling diam, seberapa lihai kita akan terus menghindar dari rindu yang
mengatup di udara.
begitu licin jalan menuju padamu
jutaan orang terjungkal, bila karena bukan ketabahanmu,
aku tak akan pernah sampai.
demi air mata yang menjelma hujan malam ini, tolong kembalikan bulan sabit ke langit mataku serupa senyummu yang lembut
dan menjengkelkan.
tasbihkan kau adalah sepotong daging yang dipenuhi luka, betapa perih bila terjerembab dalam genang air mata.
betapapun kau tau, kedua mataku adalah saksi yang senantiasa merekam segala peristiwa meski tanpa sekerat tanda.
kekasih.
pada mata siapa kau sembunyikan malam?
bagian 5
kepada yang kusebut sebagai ingatan, dengan apalagi kau hendak mengukur bentang jarak
selain dengan rindu?
2017
ALAMAT
begitu kau padamkan kota di dadamu, seketika dengan tergesa
kau juga menurunkan hujan. Dan alamat-alamat serta garis peta di tanganmu
tak terlihat lagi jalannya. matamu,
cahaya yang mengantar setiap langkah.
Di lorong hatimu, tiang-tiang lampu berdiri hening,
ia mengingat-ingat kenangan yang melambai.
ia tahu, ia hanya ingin mencatatnya bila sedang sendiri.
sedang sendiri.
pintu-pintu membanting dirinya sendiri dari desir angin malam,
dan aku hanya sibuk merangkai istilah tentang kemungkinan-kemungkinan lain
sebuah perjumpaan.
kebahagiaan apa yang kau dapatkan dari menunggu?
Sementara orang-orang menegak segelas air yang bersumber
dari rintik-rintik matamu.
setelah ini,
aku akan terus berpindah-pindah menuju kota
yang lebih malam.
2017
HASAN TAROWAN, penyair muda kelahiran Sumenep 13 pebruari 1995. Antologi puisi tunggalnya "orang mabuk di negeri mahapetry" (2016) dan antologi bersama "sajak anak negeri" (2017). Aktif di komunitas Soeket Teki dan pengelola Komunitas sastra Silang Pertemuan Semarang.
COMMENTS